2.1
Regional Cekungan Sumatra Selatan
2.1.1 Geologi Regional Cekungan Sumatra Selatan
Cekungan
Sumatra Selatan merupakan cekungan busur belakang (Back Arc Basin) yang
terbentuk akibat interaksi antara lempeng Hindia-Australia dengan lempeng mikro
sunda. Cekungan ini dibagi menjadi 4 (empat) sub cekungan yaitu:
·
Sub Cekungan Jambi
·
Sub Cekungan Palembang
Utara
·
Sub Cekungan Palembang
Selatan
·
Sub Cekungan Palembang
Tengah
(Pulonggono, 1984). Cekungan ini terdiri dari
sedimen Tersier yang terletak tidak selaras (unconformity) di atas
permukaan metamorfik dan batuan beku Pra-Tersier.
(Lokasi Cekungan Sumatra Selatan)
2.1.2 Kerangka Tektonik Regional Cekungan Sumatra
Selatan
Cekungan
Sumatera Selatan terletak memanjang berarah NW-SE dibagian Selatan Pulau
Sumatera. Luas cekungan ini sekitar 85.670 Km2 dan terdiri atas
dua subcekungan, yaitu Subcekungan Jambi dan Subcekungan Palembang. Subcekungan
Jambi berarah NE-SW sedangkan Subcekungan Palembang berarah NNW-SSE, dan
diantara keduanya dipisahkan oleh sesar normal NE-SW. Cekungan Sumatera Selatan
ini berbentuk tidak simetris; di bagian Barat dibatasi oleh Pegunungan Barisan,
disebelah Utara dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh dan Pegunungan Duabelas
sedangkan dibagian Timur dibatasi oleh pulau-puleu Bangka-Bliton dan disebelah
Selatan dibatasi oleh Tinggian Lampung. Cekungan Sumatra Selatan merupakan
cekungan yang luas. Perbedaan relief pada batuan dasar disebabkan oleh
pematahan batuan dasar dalam bongkah-bongkah sehingga menghasilkan bentukan
peninggian dan depresi batuan dasar. Relief yang tidak rata serta reaktifasi
dari sesar bongkah tersebut mengontrol sedimentasi dan perlipatan lapisan
Tersier yang ada pada cekungan ini.
(Kerangka Tektonik Paleogene Cekungan Sumatra Selatan (Pulonggono,1984))
2.1.3 Struktur Geologi Cekungan
Sumatra Selatan
Cekungan
Sumatra Selatan terbentuk sejak akhir Pra Tersier sampai awal Pra Tersier.
Orogenesa pada akhir Kapur-Eosen membagi Cekungan Sumatra Selatan menjadi 4 sub
cekungan, yaitu sub-Cekungan Palembang Tengah dan Sub-Cekungan
Palembang Selatan. Pola Struktur di Cekungan Sumatra Selatan merupakan hasil
dari 4 periode Tektonik Utama yaitu:
1.Upper Jurassic –
Lower Cretaceous
Rezim tektonik yang terjadi
adalah rezim tektonik kompresi, dimana intrusi, magmatisme, dan proses
metamorfosa pembentuk batuan dasar masih berlangsung. Tegasan utama pada
periode ini berarah N 0300 W ( WNW-ESE) yang mengakibatkan
terbentuknya Sesar Lematang yang berarah N0600 E.
2. Late Cretaceous – Oligocene
Fase
yang berkembang pada periode ini adalah rezim tektonik regangan / tarikan
dimana tegasan utamanya berarah N-S. Struktur geologi yang terbentuk adalah
sesar-sesar normal dan pematahan bongkah batuan dasar yang menghasilkan
bentukan Horst (tinggian), Graben (depresi)
dan Half Graben. Periode ini merupakan awal terbentuknya Cekungan
Sumatra Selatan dan mulainya pengendapan sedimen Formasi Lahat dan Talang Akar.
3. Oligocene –
Pliocene Basin Fill
Fase
tektonik yang terjadi pada daerah ini adalah fase tenang, tidak ada pergerakan
pada dasar cekungan dan sedimen yang terendapkan lebih dulu (Formasi Lahat).
Pengisian cekungan selama fase tenang berlangsung selama awal Oligosen-Pliosen.
Sedimen yang mengisi cekungan selama fase tenang adalah Formasi Talang Akar,
Formasi Baturaja, Formasi Gumai (Telisa), Formasi Lower Palembang
(Air Benakat), Middle Palembang Muara Enim) dan Upper Palembang
(Kasai).
4. Pliocene
-Pleistocene Orogeny
Fase
Tektonik yang terjadi pada periode ini adalah fase kompresi, sesar-sesar
bongkah dasar cekungan mengalami reaktifasi yang mengakibatkan pengangkatan dan
pembentukan antiklinorium utama di Cekungan sumatra Selatan. Antiklinorium
tersebut antara lain Antiklinorium Muara enim, Antiklinorium Pendopo-Benakat,
dan Antiklinorium Palembang (De Coster 1974).
Antiklinorium Palembang
Utara, merupakan antiklinorium yang besar terdiri dari beberapa antiklin.
Batuan tertua yang tersingkap adalah Formasi Talang Akar dan Batuan dasar
Pra-Tersier. Sisi selatan cenderung menjadi lebih curam daripada sisi utara
atau timur laut (Pulonggono, 1984).
Antiklinorium
Pendopo-Limau, terdiri dari dua antiklin paralel, yang merupakan daerah
lapangan minyak terbesar di Sumatra Selatan. Pada sisi baratdaya antiklin
kemiringan lebih curam dan dibatasi oleh sesar, dan ada bagian yang tertutup
oleh batas half-graben. Formasi tertua yang tersingkap di puncak
adalah Formasi Gumai.
Antiklinorium Gumai,
terdiri dari enam atau lebih antiklin kecil yang saling berhubungan, kebanyakan
jurusnya berarah Timur-Barat, sangat tidak simetri dengan keemiringan curam,
sisi sebelah utara secara lokal mengalami pembalikan (overturned). Formasi
tertua yang ada di permukaan adalah Formasi Lower Palembang
atau Air Benakat. Antiklin tersebut sebagai hasil longsoran gravitasi dari
antiklin Pegunungan Gumai. Pulonggono (1984) menggambarkan antiklinorium Gumai
sebagai lapangan minyak kecil yang saling berhubungan, dihasilkan dari Formasi
Air Benakat dan Formasi Muara Enim.
Antiklinorium Muara enim,
merupakan antiklin yang besar dengan ekspresi permukaan kuat dan dengan
singkapan batuan dasar Pra-Tersier. Di dekat daerah Lahat menunjam ke arah
timur, sisi utara banyak lapisan batubara dengan kemiringan curam dan juga
lebih banyak yang tersesarkan daripada di sisi selatan. Kebalikannya di bagian
barat pegunungan Gumai dapat diamati kemiringan lebih curam di sisi selatan dan
sisi utara dengan kemiringan relatif landai.
2.1.4 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan
Stratigrafi
daerah cekungan Sumatra Selatan secara umum dapat dikenal satu megacycle (daur
besar) yang terdiri dari suatu transgresi dan diikuti regresi. Formasi yang
terbentuk selama fase transgresi dikelompokkan menjadi Kelompok Telisa (Formasi
Talang Akar, Formasi Baturaja, dan Formasi Gumai). Kelompok Palembang
diendapkan selama fase regresi (Formasi Air Benakat, Formasi Muara Enim, dan
Formasi Kasai), sedangkan Formasi Lemat dan older Lemat
diendapkan sebelum fase transgresi utama. Stratigrafi Cekungan Sumatra Selatan
menurut De Coster 1974 adalah sebagai berikut:
1. Kelompok
Pra Tersier
Formasi
ini merupakan batuan dasar (basement rock) dari Cekungan Sumatra
Selatan. Tersusun atas batuan beku Mesozoikum, batuan metamorf Paleozoikum
Mesozoikum, dan batuan karbonat yang termetamorfosa. Hasil dating di
beberapa tempat menunjukkan bahwa beberapa batuan berumur Kapur Akhir sampai
Eosen Awal. Batuan metamorf Paleozoikum-Mesozoikum dan batuan sedimen mengalami
perlipatan dan pensesaran akibat intrusi batuan beku selama episode orogenesa
Mesozoikum Tengah (Mid-Mesozoikum).
2. Formasi Kikim
Tuff dan older Lemat atau Lahat
Batuan
tertua yang ditemukan pada Cekungan Sumatera Selatan adalah batuan yang berumur
akhir Mesozoik. Batuan yang ada pada Formasi ini terdiri dari batupasir tuffan,
konglomerat, breksi, dan lempung. Batuan-batuan tersebut kemungkinan merupakan
bagian dari siklus sedimentasi yang berasal dari Continental,
akibat aktivitas vulkanik, dan proses erosi dan disertai aktivitas tektonik
pada akhir Kapur-awal Tersier di Cekungan Sumatera Selatan.
3. Formasi Lemat Muda atau
Lahat Muda
Formasi
Lemat tersusun atas klastika kasar berupa batupasir, batulempung, fragmen
batuan, breksi, “Granit Wash”, terdapat lapisan tipis batubara, dan tuf.
Semuanya diendapkan pada lingkungan kontinen. Sedangkan Anggota Benakat dari
Formasi Lemat terbentuk pada bagian tengah cekungan dan tersusun atas serpih
berwarna coklat abu-abu yang berlapis dengan serpih tuffaan (tuffaceous
shales), batulanau, batupsir, terdapat lapisan tipis batubara dan
batugamping (stringer), Glauconit; diendapkan pada
lingkungan fresh-brackish. Formasi Lemat secara normal dibatasi
oleh bidang ketidakselarasan (unconformity) pada bagian atas
dan bawah formasi. Kontak antara Formasi Lemat dengan Formasi Talang Akar yang
diintepretasikan sebagai paraconformable. Formasi Lemat berumur
Paleosen-Oligosen, dan Anggota Benakat berumur Eosen Akhir-Oligosen, yang
ditentukan dari spora dan pollen, juga dengandating K-Ar. Ketebalan
formasi ini bervariasi, lebih dari 2500 kaki (+- 760 M). Pada Cekungan Sumatra
Selatan dan lebih dari 3500 kaki (1070 M) pada zona depresi sesar di bagian
tengah cekungan (didapat dari data seismik).
4. Formasi Talang Akar
Formasi
Talang Akar terdapat di Cekungan Sumatra Selatan, formasi ini terletak di atas
Formasi Lemat dan di bawah Formasi Telisa atau Anggota Basal Batugamping
Telisa. Formasi Talang Akar terdiri dari batupasir yang berasal dari delta
plain, serpih, lanau, batupasir kuarsa, dengan sisipan batulempung
karbonan, batubara dan di beberapa tempat konglomerat. Kontak antara Formasi
Talang Akar dengan Formasi Lemat tidak selaras pada bagian tengah dan pada
bagian pinggir dari cekungan kemungkinan paraconformable, sedangkan
kontak antara Formasi Talang Akar dengan Telisa dan Anggota Basal Batugamping
Telisa adalah conformable. Kontak antara Talang Akar dan Telisa
sulit di pick dari sumur di daerah palung disebabkan litologi dari dua formasi
ini secara umum sama. Ketebalan dari Formasi Talang Akar bervariasi
1500-2000 feet (sekitar 460-610m).
Umur dari Formasi Talang Akar ini adalah Oligosen
Atas-Miosen Bawah dan kemungkinan meliputi N 3 (P22), N7 dan bagian N5
berdasarkan zona Foraminifera plangtonik yang ada pada sumur yang dibor pada
formasi ini berhubungan dengan delta plain dan daerah shelf
.5. Formasi Baturaja
Anggota ini dikenal dengan
Formasi Baturaja. Diendapkan pada bagian intermediate-shelfal dari Cekungan
Sumatera Selatan, di atas dan di sekitar platform dan tinggian.Kontak pada
bagian bawah dengan Formasi Talang Akar atau dengan batuan Pra Tersier.
Komposisi dari Formasi Baturaja ini terdiri dari Batugamping Bank (Bank
Limestone) atau platform dan reefal. Ketebalan bagian bawah dari
formasi ini bervariasi, namun rata-ratta 200-250 feet (sekitar 60-75 m).
Singkapan dari Formasi Baturaja di Pegunungan Garba tebalnya sekitar 1700 feet (sekitar
520 m). Formasi ini sangat fossiliferous dan dari analisis
umur anggota ini berumur Miosen. Fauna yang ada pada Formasi Baturaja umurnya
N6-N7.
6.
Formasi Telisa (Gumai)
Formasi
Gumai tersebar secara luas dan terjadi pada zaman Tersier, formasi ini
terendapkan selama fase transgresif laut maksimum, (maximum marine
transgressive) ke dalam 2 cekungan. Batuan yang ada di formasi ini terdiri
dari napal yang mempunyai karakteristik fossiliferous, banyak
mengandung foram plankton. Sisipan batugamping dijumpai pada bagian bawah.
Formasi Gumai beda fasies dengan Formasi Talang Akar dan
sebagian berada di atas Formasi Baturaja. Ketebalan dari formasi ini bervariasi
tergantung pada posisi dari cekungan, namun variasi ketebalan untuk Formasi
Gumai ini berkisar dari 6000 – 9000 feet ( 1800-2700 m).
Penentuan umur Formasi Gumai dapat ditentukan dari dating dengan
menggunakan foraminifera planktonik. Pemeriksaan mikropaleontologi terhadap
contoh batuan dari beberapa sumur menunjukkan bahwa fosil foraminifera
planktonik yang dijumpai dapat digolongkan ke dalam zona Globigerinoides
sicanus, Globogerinotella insueta, dan bagian bawah zona Orbulina
Satiralis Globorotalia peripheroranda, umurnya disimpulkan Miosen
Awal-Miosen Tengah. Lingkungan pengendapan Laut Terbuka, Neritik.
7. Formasi Lower Palembang
(Air Benakat)
Formasi Lower Palembang
diendapkan selama awal fase siklus regresi. Komposisi dari formasi ini terdiri
dari batupasir glaukonitan, batulempung, batulanau, dan batupasir yang
mengandung unsur karbonatan. Pada bagian bawah dari Formasi Lower Palembang
kontak dengan Formasi Telisa. Ketebalan dari formasi ini bervariasi dari 3300 –
5000 kaki (sekitar 1000 – 1500 m ). Fauna-fauna yang dijumpai pada
Formasi Lower Palembang ini antara lain Orbulina
Universa d’Orbigny, Orbulina Suturalis Bronimann, Globigerinoides
Subquadratus Bronimann, Globigerina Venezuelana Hedberg,Globorotalia
Peripronda Blow & Banner, Globorotalia Venezuelana Hedberg, Globorotalia
Peripronda Blow & Banner,Globorotalia mayeri Cushman
& Ellisor, yang menunjukkan umur Miosen Tengah N12-N13. Formasi ini
diendapkan di lingkungan laut dangkal.
8. Formasi Middle Palembang
(Muara Enim)
Batuan
penyusun yang ada pada formasi ini berupa batupasir, batulempung, dan lapisan
batubara. Batas bawah dari Formasi Middle Palembnag di bagian
selatan cekungan berupa lapisan batubara yang biasanya digunakan sebgai marker.
Jumlah serta ketebalan lapisan-lapisan batubara menurun dari selatan ke utara
pada cekungan ini. Ketebalan formasi berkisar antara 1500 – 2500 kaki (sekitar
450-750 m). De Coster (1974) menafsirkan formasi ini berumur Miosen Akhir
sampai Pliosen, berdasarkan kedudukan stratigrafinya. Formasi ini diendapkan
pada lingkungan laut dangkal sampaibrackist (pada bagian
dasar), delta plain dan lingkungan non marine.
9. Formasi Upper Palembang (Kasai)
Formasi ini merupakan formasi yang paling muda di Cekungan
Sumatra Selatan. Formasi ini diendapkan selama orogenesa pada Plio-Pleistosen
dan dihasilkan dari proses erosi Pegunungan Barisan dan Tigapuluh. Komposisi
dari formasi ini terdiri dari batupasir tuffan, lempung, dan kerakal dan
lapisan tipis batubara. Umur dari formasi ini tidak dapat dipastikan, tetapi
diduga Plio-Pleistosen. Lingkungan pengendapannya darat.
(Stratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan (De
Coaster, 1974))